Konsepagama Sunda Wiwitan yang dianut masyarakat adat Cireundeu, yaitu Tuhan yang disebut "Gusti Sikang Sakang Sawiji Wiji" atau di atas segalanya pencipta mereka. Rasi sebagai Makanan Utama foto gambar rasi - beras singkong kampung adat cireundeu cimahi - @si_angeline @genpi.bdgraya Rasi, beras singkong, makanan khas di Kampung Cireundeu.
Wargaadat Adat Karuhun Urang (Akur) Sunda Wiwitan Kampung Cireundeu memperlihatkan kutipan Akta Perkimpoiannya yang dicatatkan dengan identitas organisasi penghayat Aji Dipa saat ditemui di Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat, Sabtu 14 November 2020.
Bisadibilang, infrastruktur, kesenian, kepercayaan, pendidikan dan kebiasaan orang orang di kampung ini menjadi sebuah keunikan tersendiri. Segala hal di lokasi yang menurut peta berada di daerah leuwigajah ini memang sangat khas dan hal tersebut ditambah dengan warga sekitar yang selalu menggunakan bahasa sunda. foto by Menurut para pendiri, segala keunikan ini yang akan terus dipertahankan oleh warga di kampung cireundeu. Kampung cireundeu memiliki sebuah hutan.
TRANSFORMASINILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT CIREUNDEU Total View This Week15. Institusion. Universitas Pendidikan Indonesia . Author. Subject. HM Sociology Datestamp. 2016-08-19 01:53:13 Abstract :
Masyarakatadat di kampung ini adalah bagian dari Sunda Wiwitan yang tersebar di daerah Cigugur-Kuningan-Cirebon dengan nama Agama Djawa-Sunda (ADS), Sunda Wiwitan Suku Baduy di Kanekes (Lebak,Banten), Kasepuhan di Cipta gelar (Banten Kidul, Sukabumi), Cisolok-Sukabumi, Kampung Naga-Tasikmalaya. Sunda Wiwitan berasal dari kata sunda dan wiwitan.
RitualAdat Kampung Cirendeu. Masyarakat Kampung Cireundeu, seperti kebanyakan kampung adat lainnya, memiliki ritual upacara adat pada acara-acara pernikahan, kelahiran, kematian, dan puncaknya pada ritual tahunan yaitu Syura-an atau tahun baru Saka Sunda.
. 🔖 Rekomendasi Restoran Keluarga dan Rombongan Wisatawan di Gunungkidul, Yogyakarta SalSari Resto & Coffee Skip to content Paket WisataRental MobilSewa Bus PariwisataSewa MotorKontakTravel Blog Kampung Adat Cireundeu Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya serta alamnya. Ada banyak tempat wisata di Indonesia yang terkenal dan menarik perhatian para wisatawan. Salah satunya adalah wisata budaya seperti yang ada di Kampung Adat Cireundeu. Kampung adat ini menawarkan banyak sekali hal menarik. Mulai dari kesenian, sejarah, asal-usul, makanan khas, dan bahkan adat setempat. Selain itu, kampung adat ini masih sangat asri dan asli. Sekilas Tentang Kampung Adat Cireundeu Kampung Adat Cireundeu adalah salah satu tempat wisata Jawa Barat murah meriah yang menawarkan wisata budaya, terutama adat Sunda. Meskipun merupakan kampung adat, tempat yang satu ini memiliki keunikan. Keunikan yang paling menonjol adalah adanya keterbukaan yang mana warga kampung adat ini tetap menerima perkembangan zaman. Contoh nyatanya adalah sudah adanya fasilitas listrik, bangunan rumah yang semi-modern, dll. Meski demikian, untuk urusan adat dan budaya, mereka masih melestarikannya secara turun-temurun. Kemudian terkait dengan asal usul atau sejarah Kampung Adat Cireundeu yang cukup menarik. Nama kampung ini sendiri terinspirasi dari Pohon Reundeu. Sedangkan kepercayaan yang dianut oleh warga lokal di sini adalah Sunda Wiwitan. Inti ajarannya adalah hidup harmoni bersama alam dan Tuhan. Lokasi Kampung Adat Cireundeu Lokasi Kampung Adat Cireundeu berada di Leuwigajah, Cimahi Selatan, Bandung, Jawa Barat. Aksesnya mudah dan memadai, jadi bisa dilalui kendaraan roda dua dan roda empat. Sayangnya lokasi ini belum bisa dilewati angkutan umum. Oleh karena itu, Anda sebaiknya gunakan kendaraan pribadi. Bagi wisatawan dari luar kota, seperti Kota Bandung, bisa manfaatkan jasa sewa mobil di Salsa Wisata. Tersedia beragam pilihan paket sewa dengan tipe armada yang berbeda. Mulai dari tipe mobil keluarga hingga tipe kendaraan berkapasitas besar. Tersedia juga paket sewa mobil mewah Bandung seperti Alphard untuk acara spesial. Rute yang dapat Anda pilih adalah Jalan Tol Pasteur dengan waktu tempuh 32 menit saja dari Kota Bandung. Untuk detail jalurnya, silahkan bisa akses Google Maps di smartphone Anda. Jam Buka Kampung Adat Cireundeu Warga kampung adat di sini menerima kunjungan dari para wisatawan kapan saja. Dengan kata lain, jam buka Kampung Adat Cireundeu ini 24 jam. Akan tetapi, bagi Anda yang baru pertama kali datang ke sini sebaiknya datang pada pagi hari agar bisa lebih puas berkeliling di kampung adat ini. Harga Tiket Masuk Kampung Adat Cireundeu Sebagian besar orang mengira bahwa untuk berwisata di kampung adat ini membutuhkan biaya yang mahal. Faktanya, Anda bisa dengan gratis berwisata ke tempat yang satu ini. Akan tetapi, Anda mungkin harus mengeluarkan biaya tambahan jika ingin menginap di sini. Anda dapat menginap di rumah-rumah warga yang memang dipersiapkan untuk tamu atau wisatawan. Budget lainnya yang mungkin Anda perlu siapkan adalah budget khusus untuk kulineran dan belanja souvenir asli buatan warga sini. Bukan rahasia lagi bahwa makanan khas Jawa Barat yang terbuat dari singkong yang ada di sini benar-benar asli buatan warga Sunda. Daya Tarik Wisata Kampung Adat Cireundeu Ada banyak alasan mengapa banyak wisatawan yang tertarik untuk berkunjung ke kampung adat ini. Ya memang benar, ada banyak hal menarik yang bisa Anda temui di sini. Diantaranya budaya dan Bahasa Sunda, makanan khas Sunda dari singkong, sejarah atau asal usul, kesenian, dan masih banyak lainnya. Semua kami rangkum dalam ulasan di bawah ini. Belajar Budaya Sunda Daya tarik wisata pertama yang bisa Anda temukan di kampung adat ini adalah adanya Budaya Sunda yang kental. Di sini, Anda bisa belajar tentang berbagai tradisi kesenian, misalnya saja seni musik Angklung, Gondang, dan Karinding. Menariknya, di tempat ini juga seringkali ada pagelaran seni. Masyarakat di sini biasanya akan menggelar pertunjukan kesenian tradisional tersebut pada peringatan 1 Syuro. Selain itu, Budaya Sunda yang kental juga bisa Anda lihat dari masyarakatnya. Warga yang menghuni kampung adat ini taat betul dengan nilai-nilai adat, seperti sopan santun, berharmoni dengan alam, dan menjaga tradisi para leluhur. Kuliner Khas Ada yang menarik dari kuliner di kampung ini, yakni makanan pokok di sini terbuat dari singkong. Tidak ada beras dan olahan beras lainnya di sini. Hal inilah yang membuat warga lokal di sini sangat unik. Berbagai olahan singkong bisa Anda jumpai dengan mudah. Ada yang berupa olahan makanan pokok dan ada juga yang berupa jajanan tradisional. Anda, para wisatawan, juga boleh membelinya sebagai oleh-oleh jajanan khas Jawa Barat yang mudah dibuat. Menikmati Alam Pertanian Kampung adat ini terletak di kawasan hutan lindung. Oleh karena itu, alam yang ada di sekitar kampung ini juga terjaga dengan baik. Salah satu kawasan yang ada di sini, yakni Leuweung Tutupan, adalah hutan reboisasi. Masyarakat boleh menggunakan kayu dari pepohonan tersebut, tetapi harus menanam pohon pengganti agar alamnya tetap lestari. Sementara itu, ada pula kawasan yang bernama Leuweung Baladahan yang merupakan hutan pertanian. Masyarakat di kampung adat tersebut menggunakan kawasan yang satu ini sebagai lahan perkebunan. Hasil panen dari perkebunan tersebut kemudian mereka manfaatkan sebagai persediaan makanan untuk berbulan-bulan ke depan. Mata Air Sakral Tidak hanya menikmati alam yang indah, di sini Anda juga akan menemukan adanya situs sakral layaknya situs sakral di Pegunungan Kendeng, Watu Payung. Situs sakral yang ada di sini berupa dua mata air. Kedua mata air tersebut adalah Mata Air Caringin dan Mata Air Nyi Mas Ende. Masyarakat di kampung ini menggunakan Mata Air Caringin sebagai sumber air utama mereka. Mata air yang satu ini mengalir dari lereng Gunung Gajah Langu. Sementara itu, Mata Air Nyi Mas Ende merupakan mata air yang terkenal kesucian dan kesakralannya. Karena alasan itulah, warga kampung adat ini bahkan tidak memperbolehkan wanita yang sedang menstruasi untuk mendekati mata air tersebut. Hutan Larangan Di kampung adat ini juga ada kawasan lain yang bernama Leuweung Larangan atau Hutan Larangan. Memiliki nama demikian karena warga maupun wisatawan tidak boleh sembarangan masuk ke hutan tersebut. Biasanya, hanya sesepuh atau orang yang dituakan yang boleh masuk ke kawasan tersebut. Mereka pun hanya boleh masuk untuk mengganti tanaman yang rusak setelah melakukan ritual puasa mutih. Fasilitas di Kampung Adat Cireundeu Karena masyarakatnya sangat terbuka dengan peradaban modern, fasilitas umum yang tersedia untuk wisatawan di kampung adat ini terbilang cukup lengkap. Beberapa di antaranya adalah area parkir kendaraan masjid toilet umum homestay pusat pentas seni pusat souvenir dan oleh-oleh Itulah tadi informasi singkat mengenai kampung adat di Cimahi ini. Sebenarnya masih banyak tempat wisata lain yang layak untuk Anda kunjungi di sekitar Bandung. Untuk mempermudah perjalanan Anda, Anda bisa memesan paket wisata di Salsa Wisata yang tarifnya lebih murah namun fasilitas dan pelayanannya terjamin yang terbaik. Liburan di Kampung Adat Cireundeu pun akan semakin menyenangkan. Related PostsBagikan Artikel Ini Ke Pos-pos Terbaru Pantai Sanglen Air Terjun Tanggedu Green Village Gedangsari Tempat Nongkrong di Malang Gua Maria Pohsarang Pantai Legon Pari Jinjit Cafe History of Java Museum Page load link
Cimahi - Bahasa Sunda mulai terkikis di tempatnya sendiri. Dari tahun ke tahun pengguna bahasa Priangan di Jawa Barat itu menurun terutama di kalangan anak-anak data Badan Pusat Statistik BPS Jawa Barat dalam dokumen bertajuk Hasil Long Form Sensus Penduduk 2020, sekitar 30 persen warga Jabar sudah tidak menggunakan lagi bahasa generasi, BPS mencatat generasi Pre Boomer lahir 1945 dan sebelumnya masih cukup tinggi menggunakan bahasa daerah dengan persentase 84,73%, kemudian Baby Boomer lahir 1946-1964 79,90%, Millenial 1981-1996 73,92%, Gen Z 1997-2012 72,44%, dan Post Gen Z 2013-sekarang 63,99%. Upaya melestarikan bahasa Sunda menjadi tanggungjawab bersama. Setidaknya itu yang saat ini terus dilakukan oleh sesepuh dan masyarakat di Kampung Adat Cireundeu."Semua pihak sebetulnya bertanggungjawab melestarikan bahasa Sunda. Tanggung jawab itu juga kan karena banyak yang sudah lupa akar kesundaan mereka," ujar Ais Pangampih Kampung Adat Cireundeu, Abah Widiya saat berbincang dengan detikJabar, Senin 6/3/2023.Bocah-bocah di Kampung Adat Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, masih menggunakan bahasa Sunda sebagai ujaran dalam keseharian mereka. Antara sesama pun dengan Sunda yang diujarkan, tentunya menyesuaikan dengan lawan bicara mereka. Misalnya kata Abah Widi, saat bocah-bocah berbicara dengan teman main mereka maka bahasa Sunda kasar yang digunakan."Kalau sama sesama ya sebetulnya tidak masalah kan menggunakan bahasa Sunda kasar, tapi bukan berarti kata-kata kasar yang dipakai. Kalau sama orangtua, pastinya sambil diajarkan bahasa Sunda lemes halus yang dipakai," ujar Abah di Kampung Adat Cireundeu Foto Yuga Hassani/detikJabarSeperti saat Abah Widi berbincang dengan cucunya. Ia tak pernah absen menggunakan bahasa Sunda, bahasa yang menjadi identitas budaya orang-orang Jawa Barat."Abah dengan anak, cucu, siapapun pasti ngomongnya ya bahasa Sunda, kecuali dengan mahasiswa yang penelitian. Kalau mereka bisa bahasa Sunda lebih bagus, tapi kalau nggak kan jangan dipaksakan. Tapi anak cucu abah, sudah diwajibkan untuk menggunakan bahasa Sunda setiap hari," ucap Abah Bahasa Sunda Mulai TerkikisAbah Widi tak menutup mata kalau bahasa Sunda mulai terkikis. Penuturnya mulai berkurang. Saat ini, hanya orang-orang tua serta anak-anak di perkampungan saja yang masih menjadi penutur setia bahasa Sunda dalam itu, kata Abah Widi, juga terjadi karena wilayah Kota Cimahi khususnya banyak ditinggali pendatang. Merujuk pada peribahasa 'Dimana Bumi Dipijak Disitu Langit Dijunjung', seharusnya pendatang yang tinggal di Cimahi mau susah payah belajar bahasa Sunda."Kenyataannya kan nggak begitu, justru orang pribumi Cimahi yang kemudian mengalah menggunakan bahasa Indonesia agar bisa berkomunikasi. Sementara mereka pendatang tidak pernah belajar bahasa Sunda. Kalaupun tahu satu dua kata bahasa Sunda, itu yang kasar. Misalnya maneh, sia, jurig, sedangkan untuk komunikasi kan terbatas," ujar Abah hal itu juga, Kampung Adat Cireundeu yang rutin menggelar kegiatan bertema kebudayaan dan ritual, senantiasa menggunakan bahasa Sunda dalam praktiknya."Sunda itu bukan suku, bukan budaya, bukan hanya adat, tapi Sunda itu identitas. Orang-orang Jawa Barat itu Sunda, maka mereka harus bangga dan bertanggungjawab menjaga apapun soal Sunda. Makanya di Cireundeu ini, kan setiap kegiatan selalu diawali dengan bahasa Sunda, paling sederhana itu Sampurasun," kata Abah Widi. yum/yum
Lokasi Kampung Adat CireundeuPetaKeunikan Kampung Adat Cireundeu1. Sejarah Cireundeu2. Kepercayaan3. Rasi sebagai Makanan Utama4. Puncak Salam5. Pintu Samping Rumah Menghadap Timur6. Semangat Gotong Royong dan Hidup Berdampingan7. Hutan di Cireundeu8. KesenianRecommended! Kampung Adat Cireundeu, menjadi salah satu destinasi wisata Kota Cimahi yang unik dan menarik. Foto Dede Diaz Abdurahman/GenPI Jabar Kampung Adat Cireundeu – Indonesia memiliki beragam kampung adat yang tersebar di setiap wilayahnya. Setiap daerah memiliki keunikan kampung adatnya. Termasuk kampung yang ada di Kota Cimahi Jawa Barat ini. Kampung Adat Cireundeu adalah sebuah kampung dengan luas 64 hektar. Terbagi 2 bagian; 60 hektar digunakan untuk pertanian dan 4 hektarnya untuk pemukiman. Warga di kampung ini konsisten dalam meyakini dan menjalankan ajaran kepercayaan turun temurun. Mereka melestraikan budaya nenek moyang mereka. Kampung adat sendiri bisa diartikan sebagai suatu wilayah di dalam kumpulan masyarakat adat yang mempunyai hak asal usul berupa hak mengurus wilayah dan mengurus kehidupan masyarakat hukum adatnya. Baca juga* Kasepuhan Ciptagelar, Pesona Pelosok Sukabumi Foto Dede Diaz Abdurahman/GenPI Jabar Kampung adat ini terletak di sebuah lembah yang diapit Gunung Kunci, Gunung Cimenteng, dan Gunung Gajahlangu. Secara administratif Cireundeu masuk wilayah Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat. Peta Keunikan Kampung Adat Cireundeu Lalu apa saja keunikan dan daya tarik kampung adat Cirendeu ini? Simak terus ya sampai selesai 🙂 1. Sejarah Cireundeu Asal kata Cireundeu berasal dari sebuah pohon bernama Rendeu’. Sudah bisa kamu tebak, di kampung ini terdapat banyak Pohon Rendeu. Adapun kegunaan atau khasiat dari Pohon Rendeu adalah bisa digunakan sebagai bahan obat herbal. Masyarakat setempat sering menggunakannya saat memerlukan. Sebelum dikenal sebagai kampung adat, Cireundeu dulunya adalah tempat pembuangan sampah warga Kota Cimahi. Baru di tahun 2007 Cireundeu mulai dikenal sebagai sebuah wilayah desa tradisional. Kampung Adat Cireundeu dikelola oleh pemerintahan lokal, RT dan RW. Yang merupakan tingkatan tertinggi di wilayah Cireundeu. Sedangkan secara tradisional Cireundeu memiliki orang yang dituakan’, disebut dengan Sesepuh. Kini Sesepuh Cireundeu sudah mencapai generasi ke-5. Kampung Adat ini memiliki luas 64 ha terdiri dari 60 ha untuk pertanian dan 4 ha untuk pemukiman. Bisa baca informasi lengkapnya di 2. Kepercayaan Salah satu prosesi upacara adat saat perayaan Syuraan Tahun Baru Saka 1 Sura. di Kampung Adat Cireundeu. Foto IG Masyarakat adat Kampung Cireundeu adalah bagian dari Sunda Wiwitan yang tersebar di daerah Cigugur-Kuningan-Cirebon. Kesemua mereka sebagian besar memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan sampai sekarang. Agama leluhur yang mereka anggap sebagai sebuah agama besar. Dengan ajaran-arajan peduli terhadap alam dan sopan santun. Masyarakat adat Cireundeu memandang agama sebagai sebuah ageman pegangan. Menjadi tuntunan hidup, keselamatan, yang tidak bisa lepas dari pemaknaan budaya. Artinya ketika seseorang memeluk agama, maka ia sedang menjalankan dan memaknai budaya yang melekat pada agama yang dianut. Konsep agama Sunda Wiwitan yang dianut masyarakat adat Cireundeu, yaitu Tuhan yang disebut “Gusti Sikang Sakang Sawiji Wiji” atau di atas segalanya pencipta mereka. “Mulih Kajati Mulang Ka Asal”,setiap manusia akan kembali kepada Tuhan. 3. Rasi sebagai Makanan Utama Rasi, beras singkong, makanan khas di Kampung Cireundeu. Foto si_angeline Sejak tahun 1918, sebagian masyarakat Cireundeu tidak pernah mengonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya. Melainkan makanan utama yang dikonsumsi adalah singkong. Masyarakat setempat menyebutnya rasi’. Sebenarnya rasi hampir sama dengan nasi biasa, hanya saja terbuat dari singkong. Jika kehabisan singkong makanan penggantinya adalah jagung. Cireundeu sendiri dikenal sebagai desa swasembada pangan. Masyarakat setempat akan mengonsumsi apa yang mereka tanam. Rasi hasil singkong yang diolah, sudah dikonsumsi masyarakat Kampung Adat Cireundeu sejak sekitar 85 tahun lalu. Bisa dibilang masyarakatnya sudah mandiri pangan. Sehingga mereka tidak terpengaruh oleh fluktuasi harga beras di pasaran. Dan kehidupan di kampung ini juga bisa dibilang tak terpengaruh gejolak ekonomi-sosial. “Teu Boga Sawah Asal Boga Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga Beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat.” “Tidak Punya Sawah Asal Punya Beras, Tidak Punya Beras Asal Dapat Menanak Nasi, Tidak Punya Nasi Asal Makan, Tidak Makan Asal Kuat.” Kalimat tersebut seolah merangkum sejarah bagaimana masyarakat memakan rasi. Sesuai juga dengan tradisi nenek moyang mereka yang rutin berpuasa konsumsi beras dalam waktu tertentu. Tujuan puasa adalah untuk mendapatkan kemerdekaan lahir dan batin. Sebuah ritual yang juga berfungsi untuk menguji keimanan seseorang. Serta sebagai pengingat akan Tuhan Yang Maha Esa. 4. Puncak Salam Puncak salam merupakan tempat meditasi bagi masyarakat Cireundeu. Kegiatan meditasi ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur terhadap alam. Masyarakat setempat percaya bahwa meditasi dapat mengumpulkan energi dari alam. Sebuah bukit dengan ketinggian 905 mdpl ini sering digunakan sebagai camping around oleh wisatawan. Biasanya masyarakat Cireundeu juga menjadikan Puncak Salam sebagai tempat upacara peringatan hari kemerdekaan Indonesia. 5. Pintu Samping Rumah Menghadap Timur Ada satu keunikan bangunan yang bisa kamu lihat di seluruh penjuru kampung. Rumah mereka memiliki pintu samping yang menghadap ke arah timur. Sebuah keharusan yang harus diterapkan oleh seluruh warga. Bertujuan agar cahaya matahari masuk ke rumah, ke bumi mereka. 6. Semangat Gotong Royong dan Hidup Berdampingan Menyambut tamu yang datang. Foto Dede Diaz Abdurahman/GenPI Jabar Masyarakat kampung ini terdiri dari mayoritas pemeluk agama Islam. Berbaur dengan masyarakat adat, semuanya memiliki semangat bergotongroyong. Banyak pihak yang sudah mengunjungi kampung adat ini. Mulai dari yang berutujan wisata, penelitian, acara adat, dan acara-acara lain. Masyarakat adatnya tersebar di 3 RT. Ada 67 keluarga dengan 59 kepala keluarga. Di kampung ini kamu bisa melihat ada masjid dan bale sarasehan. Bale ini adalah tempat pertemuan masyarakat adat. Begitu mengagumkan bukan masyarakatnya bisa hidup berdampingan dengan harmonis. Semangat gotong royong tercermin dalam berbagai kegiatan kampung. 7. Hutan di Cireundeu Hutan di Cireundeu dikenal sebagai hutan penyumbang oksigen terbesar di Kota Cimahi. Di sini hutan disebut juga dengan leweung. Cireundeu memiliki tiga leweung yang berbeda, yaitu Leweung Baladahan, Leweung Tutupan, dan Leweung Larangan. Leweung Baladahan adalah hutan yang menghasilkan sumber pangan seperti singkong, kacang-kacangan, dan lain-lain. Leweung Tutupan terdiri dari berbagai tanaman herbal yang ditanam. Terdiri dari rendeu, toga, babadotan, dan mahoni. Sedangkan Leweung Larangan adalah hutan yang tidak boleh dikunjungi oleh wisatawan. Hal ini karena hutan ini sangat dijaga dan dilindungi nilai sakralnya oleh masyarakat Cireundeu. 8. Kesenian Kalau kamu berkunjung bertepatan dengan upacara adat, kamu bisa menyaksikan beberapa kesenian khas. Seperti kesenian gondang, karinding, serta angklung buncis. Baca juga* Pesona Desa Wisata Malasari di Nanggung Kabupaten Bogor Recommended! Tidak mengherankan kalau kampung adat yang ada di Kota Cimahi ini menjadi destinasi wisata yang wajib dikunjungi. Kita bisa berkunjung bersama keluarga atau kawan jalan. Menyaksikan dan belajar langsung mengenai ragam kearifan lokal yang masih dijalankan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kampung. Ada rencana berkunjung ke Kampung Adat Cireundeu di Kota Cimahi Jawa Barat? Artikel Kampung Adat Cireundeu ini ditulis oleh Amelia Dwinda Gusanti, Universitas Telkom, Peserta Magang Genpinas
Kampung Adat Cireundeu menyajikan sebuah pesona yang inspiratif, dan edukatif, di Kota Cimahi, provinsi Jawa Barat. Sebuah kampung adat yang masih lestari memegang teguh tradisi para leluhur, di tengah derasnya kemajuan jaman. kampung adat cireundeu. google maps. sumber Dede Diaz Abdurahman Kampung Adat Cireundeu lokasinya berada di sebuah lembah yang dikelilingi oleh tiga gunung, di antaranya Gunung Gajahlangu, Gunung Kunci, Gunung Cimenteng. Berbeda dengan kampung adat lainnya, Kampung Adat Cireundeu memiliki prinsip “Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman”. Dengan kata lain, masyarakat di kampung adat tersebut cukup terbuka dengan kemajuan jaman. Hal tersebut bisa terlihat dari penggunaan listrik, peralatan elektronik, hingga arsitektur bangunan. Hebatnya, di sisi lain mereka tetap mempertahankan tradisi lama, sebagai bentuk penerjemahan dari “Ngindung Ka Waktu”. Nah, bagi anda yang mencari alternatif tempat wisata di Cimahi yang recommended untuk wisata keluarga, maka Kampung Adat Cireundeu bisa menjadi salah-satu solusinya. Simak juga Kampung Naga, Lestari Di Tengah Modernisasi Lokasi Dan Alamat Kampung Adat Cireundeu Lokasi Kampung Adat Cireundeu terletak di sebuah lembah di antara 3 gunung. Alamat Kampung Adat Cireundeu berada di Cireundeu, Desa Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat. jalan menuju kampung adat cireundeu. google maps. sumber Dalfa Ali Fauzan Jalan menuju Kampung Adat Cireundeu bisa diakses oleh kendaraan roda dua, maupun roda empat, hingga area parkiran, yang bersebelahan dengan landmatk Kampung Adat Cireundeu. Jika pemberangkatan awal anda dari terminal Leuwipanjang Bandung, maka jarak tempuh menuju Kampung Adat Cireundeu sekitar 18 kilometer, dengan waktu tempuh sekitar 45 menit dengan menggunakan mobil. Simak juga Geyser Cisolok Harga Tiket Masuk Kampung Adat Cireundeu Tiket masuk Kampung Adat Cireundeu gratis. Para pengunjung disarankan untuk membeli makanan olahan, sebagai ciri khas Kampung Adat Cireundeu. Jam Buka Kampung Adat Cireundeu Kampung Adat Cireundeu buka selama 24 jam. Kampung Adat Cireundeu beroperasional setiap hari. Fasilitas Di Kampung Adat Cireundeu rumah panggung kampung adat cireundeu. google maps. sumber Nunung Nurohmah Fasilitas wisata yang tersedia di Kampung Adat Cireundeu adalah sebagai berikut Area parkir, Masjid, Toilet, Home stay, Pusat oleh-oleh, Pusat pentas seni. Simak juga 66 Tempat wisata di Jogja Sejarah, Dan Profil Kampung Adat Cireundeu filosofi kampung adat cireundeu. google maps. sumber Ucis_Arts Sejarah penamaan Kampung Adat Cireundeu merujuk kepada sebuah pohon yang ada di kawasan tersebut, yang memiliki fungsi juga sebagai pohon herbal, yaitu Pohon Rendeu. Sejarah Kampung Adat Cireundeu terkait erat dengan situasi di masa penjajahan pada abad ke 18. Sosok penting yang sangat dihormati di Kampung Adat Cireundeu adalah Mamak Haji Ali, yang menimba ilmu kepada Pangeran Madrais. Mayoritas ageman masyarakat Kampung Adat Cireundeu adalah Sunda Wiwitan. Sebagai mana diketahui bahwa konsep besar Sunda Wiwitan mengharuskan manusianya untuk mampu berharmoni dengan alam, dan tuhan, atau Gusti Sikang Sakang Sawiji Wiji. Kampung Adat Cireundeu memiliki luas sekitar 64 hektar, dan yang 4 hektarnya diperuntukan sebagai kawasan pemukiman. Adapun yang 60 hektar terbagi menjadi Leuweung Baladahan, Leuweung Larangan, Leuweung Tutupan. Dari hal tersebut, kita bisa melihat bahwa masyarakat di Kampung Adat Cireundeu begitu memahami pentingnya alam sekitar, yang akan berdampak besar terhadap kehidupan manusia di sekitarnya. Simak juga Taman Kartini Larangan Kampung Adat Cireundeu Terdapat beberapa larangan di Kampung Adat Cireundeu yang wajib dipatuhi oleh para pengunjung, di antaranya Melepas sandal saat akan memasuki area Hutan Larangan, atau Gunung Puncak Salam. Tidak bisa memasuki kawasan Hutan Larang di sembarang waktu. Simak juga Gunung Bohong, Yang Jujur Soal Keindahan, Dan Sejarahnya Daya Tarik Kampung Adat Cireundeu 1. Kearifan Lokal kesenian kampung adat cireundeu. google maps. sumber Dede Diaz Abdurahman Daya tarik di Kampung Adat Cireundeu adalah kearifan lokal masyarakatnya. Dari mulai sopan – santun kepada sesama manusia, berharmoni dengan alam, mampu merawat tradisi para leluhur meskipun jaman sudah serba modern. Masyarakat Kampung Adat Cireundeu memiliki tradisi kesenian, dari mulai tradisi seni musik angklung, seni Gondang, hingga seni Karinding. Bagi para pengunjung yang ingin menyaksikan pagelaran seni tersebut, biasanya digelar pada saat 1 Syuro, yang berlokasi di sebuah tempat khusus di kawasan Kampung Adat Cireundeu. 2. Ciri Khas Kampung Adat Cireundeu ciri khas kampung adat cireundeu. google maps. sumber Miranti Banyuning Bumi Kampung Adat Cireundeu sangat terkenal sebagai masyarakat yang menjadikan ketela, atau singkong sebagai makanan pokok. Tentu saja, kondisi tersebut sangat menguntungkan, karena tidak terdampak dengan kenaikan harga beras. Selain itu, masyarakat Kampung Adat Cireundeu memproduksi makanan olahan yang terbuat dari bahan dasar singkong. Dan para pengunjung bisa membelinya sebagai oleh-oleh.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kampung Adat Cireundeu, bukan merupakan nama kampung adat yang asing lagi di telinga sebagian besar masyarakat Indonesia. Kampung ini berada di kelurahan Leuwigajah, kecamatan Cimahi Selatan, kota Cimahi, provinsi Jawa Barat, tepat letak kampung adat Cireundeu ini berada di sebuah lembah yang diapit Gunung Kunci, Gunung Cimenteng, dan Gunung Gajahlangu. Seperti namanya asal-usul penamaan kampung adat Cireundeu diambil dari kata “ci” yang dalam bahasa sunda berarti cai atau dalam bahasa indonesia yang berarti air, dan “reundeu” yang merupakan nama sebuah pohon. Sehingga nama Cireundeu ini diambil karena wilayah nya yang memiliki banyak pohon reundeu. Kampung adat Cireundeu merupakan kampung adat yang memiliki masyarakat yang cerdas dalam mengelola kehidupan sehari-harinya, prinsip-prinsip kehidupan yang dipegang oleh masyarakat kampung Cireundeu dari masa ke masa tidak menjadi penghalang zaman, melainkan memberikan dampak positif dalam pola kehidupan. Dari segi bahasa keseharian masyarakat baik orang tua, maupun anak-anak dalam komunikasi menggunakan bahasa sunda sebagai bentuk menjaga satu hal yang menjadikan kampung adat Cireundeu dikenal oleh banyak masyarakat umum karena makanan pokok utama warga sekitar kampung Cireundeu bukan merupakan beras atau nasi, melainkan makanan pokok utamanya yaitu singkong. Bukan tanpa alasan singkong menjadi makanan utama warga kampung adat Cireundeu, hal ini tentu berkaitan dengan beberapa faktor seperti sejarah pada masa penjajahan dan letak geografis kampung Cireundeu. Terdapat salah satu kalimat yang menjadi gambaran singkong sebagai makanan pokok utama kampung adat Cireundeu. “Teu Boga Sawah Asal Boga Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga Beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat.” Tidak Punya Sawah Asal Punya Beras, Tidak Punya Beras Asal Dapat Menanak Nasi, Tidak Punya Nasi Asal Makan, Tidak Makan Asal Kuat. Melihat dari bagaimana masyarakatnya yang disiplin menjaga budaya serta alamnya dalam hal ini masyarakat Cireundeu dapat dikatakan mandiri dalam kehidupan pangan sehari-hari, karena masyarakat kampung Cireundeu biasa mengonsumsi apa yang mereka tanam. Persoalan tata ruang di kampung Cireundeu sudah menjadi hal yang sangat di pentingkan dan bukan menjadi hal yang aneh bahkan tabu lagi dalam masyarakat, sebab perhatian tersebut merupakan bentuk penjagaan alam sekitar. Dalam proses keseharian tanam-menanam tumbuhan seperti singkong salah satunya, tidak dilakukan di sembarang tempat terdapat lahan khusus dalam menanamnya, lahan tersebut yakni Hutan Baladahan sebagai hutan garapan, atau hutan yang diperuntukan menanam atau berkebun. Karena kampung Cireundeu memiliki 3 hutan selain hutan baladahan, hutan lainnya yang terdapat di kampung Cireundeu yakni hutan larangan dan hutan tutupan, alasan tidak semuanya dijadikan hutan garapan yakni guna menghindari pengikisan tanah, longsor, dan banjir, serta untuk menjaga sumber air, oksigen yang bersih, dan keutuhan alam yang dibutuhkan mahluk hidup untuk kehidupan. Oleh karenanya terdapat aturan-aturan tertentu ketika memasuki suatu hutan tersebut, salah satunya yakni menanggalkan alas kaki ketika memasuki hutan. Masyarakat kampung Cireundeu bukanlah masyarakat yang tertutup akan perkembangan zaman, hal ini tergambar dalam prinsip yang dipegang oleh masyarakat Cireundeu yakni “Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman” yang berarti “Ngindung Ka Waktu” yakni tetap warga kampung adat menjaga budaya dan adat istiadat leluhur , dan “Mibapa Ka Jaman” yang berarti tidak melawan zaman atau tetap mengikuti perkembangan zaman. Masyarakat kampung Cireundeu bahkan sangat peduli akan pendidikan anak-anak, hal ini terlihat dari adanya Sekolah Dasar yang berada di dalam wilayah kampung Cireundeu, bukan hanya itu terdapat pula bentuk sekolah kecil, bahkan di dalamnya terdapat layanan wifi gratis yang diberi oleh Diskominfo Jabar. Sekolah ini di fasilitasi untuk anak-anak kampung Cireundeu dalam mempelajari aksara sunda juga kesenian daerah, yang biasanya dilakukan tiap 1 minggu sekali yakni di hari minggu. Hal ini dilakukan guna menjaga kebudayaan dengan praktik secara langsung agar budaya tersebut tidak hanya dikenal dalam bentuk teori. Tidak hanya itu banyak pula anak-anak dari kampung Cireundeu yang sudah menjadi sarjana dan bekerja diluar kampung Cireundeu. Salah satu nasihat yang diberikan oleh orang tua kampung Cireundeu pada anaknya yakni salah satunya “kembali ke rumah harus dekat dengan alam”. Solidaritas antar masyarakat kampung Cireundeu sangat terasa mulai dari hal kecil seperti anak-anak yang masih banyak memainkan permainan tradisional bersama tanpa gangguan teknologi ditengahnya. Kemudian terlihat pula dalam suatu upacara adat yang akan dilakukan, dimana seluruh elemen masyarakat ikut membantu dalam prosesnya, bahkan menurut salah satu sesepuh kampung adat Cireundeu salah satu yang membuat kampung Cireundeu diberi penghargaan terkait dengan toleransi umat beragama yakni semangat gotong royong masyarakat yang tidak terhalangi oleh perbedaan ajaran ataupun agama. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
kampung adat cireundeu bahasa sunda